Total Tayangan Halaman

Rabu, 28 Juli 2010

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perusahaan besar secara sosial dalam ekonomi. Di negara-negara berkembang, upaya-upaya pembangunan diarahkan pada perbaikan tingkat hidup, harga diri dan kebebasan. Dengan dimensi pembangunan yang berorientasi pada pengentasan keterbelakangan dalam bentuk kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan (Suryana, 2000).

Dari total jumlah penduduk hanya sebagian yang bekerja, dan sebagian lainnya tidak bekerja. Mereka yang bekerja adalah mereka yang berminat untuk bekerja, telah berusaha mencari atau dan menciptaan pekerjaan dan berhasil mendapatkan dan mengembangkan pekerjaan. Sedangkan mereka yang tidak bekerja adalah mereka yang sedang berusaha mendapatkan atau mengembangkan pekerjaan tetapi belum berhasil, dan mereka yang berniat untuk tidak bekerja. Mereka yang ingin bekerja, sedang berusaha mendapatkan (mengembangkan) pekerjaan tetapi belum berhasil mendapatkannya (menemukannya) disebut pengangguran.
Angkatan kerja yang tumbuh sangat cepat tentu saja akan membawa beban tersendiri bagi perekonomian, yaitu menciptakan atau perluasan lapangan kerja. Jika lowongan kerja baru tidak mampu menampung semua angkatan kerja baru (dengan kata lain tambahan permintaan akan tenaga kerja lebih sedikit daripada tambahan penawaran angkatan kerja) maka sebagian angkatan kerja baru itu akan memperpanjang barisan pengangguran yang ada. Penciptaan lapangan kerja inilah yang sekarang menjadi salah satu masalah rawan dalam pembangunan ekonomi di tanah air. Kerawanan yang ada, runyamnya, bukan semata-mata masalah jumlah ; yakni bagaimana memacu jumlah yang diminta agar mampu menyerap jumlah yang ditawarkan, akan tetapi juga masalah mutu. Kualitas tenaga kerja Indonesia, sebagaimana tercermin dari tingkat pendidikan angkatan kerja dan produktivitas pekerja yang ada, masih relatif rendah.
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, maka penulis tertarik membuat makalah yang berjudul “Ketenagakerjaan dan Pengangguran di Indonesia”.

BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. Pengertian Ketenagakerjaan
Untuk keperluan analisis ketenagakerjaan secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua golongan yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagai tenaga kerja ialah penduduk yang baru berumur di dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antara negara yang satu dengan negara yang lain. Batasan usia kerja yang dianut Indonesia adalah minimum 10 tahun tanpa batas maksimum. Jadi, setiap orang atau semua penduduk yang sudanh berusia 10 tergolong sebagai tenaga kerja.

B. Pengertian Pengangguran
Adapun yang dimaksud dengan penganggur adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan, lengkapnya orang yang tidak bekerja (masih atau sedang) mencari pekerjaan. Penganggur semacam ini oleh BPS dinyatakan sebagai pengaggur terbuka.
BAB III
PEMBAHASAN
Tenaga kerja (manpower) dibagi ke dalam dua kelompok yaitu angkatan kerja (labour force) dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang bekerja dan yang mencari pekerjaan. Sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja (bukan termasuk angkatan kerja) ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan yaitu orang-orang yang kegiatannya bersekolah (pelajar, mahasiswa), mengurus rumah tangga (maksudnya ibu-ibu yang bukan wanita karir), serta menerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan lansung atau jasa kerjanya (Pensiunan, penderita cacat yang dependen). (Dumairy, Perekonomian Indonesia : Jakarta : Erlangga).
Angkatan kerja dibedakan menjadi dua kelompok yaitu pekerja dan penganggur. Yang dimaksun dengan pekerja ialah orang-orang yang mempunyai pekerjaan, mencakup orang yang mempunyai pekerjaan dan memang sedang bekerja, serta orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja. Misalnya ; petani yang sedang menanti panen atau waktu karir yang tengah menjalani cuti melahirkan. Biro Pusat Statistik mendefinisikan pekerja ialah melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh upah atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara kontinyu dalam seminggu yang lalu (maksudnya seminggu sebelum pencacahan). Termasuk dalam batasan ini pekerja keluarga tanpa upah yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi. Tenaga kerja yang bukan angkatan kerja dibedakan menjadi tiga sub kelompok yaitu penduduk dalam usia kerja yang sedang bersekolah, mengurus rumah tangga (tanpa mendapatkan upah), serta menerima pendapatan lain. Batasan BPS mengenai sekolah ialah bersekolah formal dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, termasuk pelajar dan mahasiswa yang sedang libur.
Prof. Edgar O. Edwards, berdasarkan penelitiannya tentang masalah-masalah ketenagakerjaan di negara-negara berkembang, menyatakan sebagai berikut :
Apabila jumlah penganggur ditambah dengan yang menerima pendapatan minimal dari perusahaan keluarga maka perlu dipertimbangkan :
  1. Dimensi waktu (banyak di antara pekerja ingin bekerja lebih lama setiap hari, minggu atau tahun.
  2. Intensitas pekerjaan (yang dipengaruhi oleh kesehatan dan gizi).
  3. Produktivitas (rendahnya produktivitas sering disebabkan oleh tidak cukupnya sumber daya komplementer). Disamping itu perlu dipertimbangkan faktor-faktor seperti motivasi, sikap dan hambatan-hambatan kultural (contohnya menentang wanita).
Sehubungan dengan hal tersebut Prof. Edgar O. Edwards membedakan bentuk kurangnya pemanfaatan tenaga kerja sebagai berikut :

1. Pengangguran terbuka (Open Unemployment) : yakni orang-orang yang benar-benar tidak bekerja, baik secara sukarela (mereka sebenarnya bisa memperoleh suatu pekerjaan, namun dengan alasan tertentu mereka tidak mau memanfaat pekerjaan yang tersedia) maupun terpaksa (mereka yang benar-benar tidak kebagian pekerjaan).

2. Semi pengangguran (underemployment) : yaitu para pekerja yang jumlah jam kerja lebih sedikit dari yang mereka inginkan (sebagian besar bekerja secara harian, mingguan dan musiman).

3. Yang kelihatannya aktif bekerja tetapi sebenarnya kurang termanfaatkan; mereka tidak digolongkan dalam pengangguran terbuka atau setengah pengangguran berdasarkan definisi tersebut di atas, namun bekerja dengan batasan-batasan sebagai berikut:

a. Semi Pengangguran Terselubung (disguised underemployment)
banyak orang yang di pertanian atau pegawai negeri secara penuh namun sebenarnya untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut tidak memerlukan waktu sepanjang itu. Tekanan-tekanan sosial terhadap industri negara dan swasta dapat mengakibatkan adanya semi pengangguran terselubung. Jika suatu pekerjaan secara terbuka dikerjakan beramai-ramai oleh orang-orang tersebut, maka yang terselubung akan menghilangkan dan yang tertinggal adalah kurangnya pemanfaatan tenaga kerja.

b. Pengangguran Tersembunyi (hidden underemployment)
Mereka yang terlibat dalam aktivitas pekerjaan bukan “Pilihan Kedua” seperti pekerjaan di bidang pendidikan dan pekerjaan rumah tangga yang terutama disebabkan oleh tidak tersedianya lapangan pekerjaan pada ; (i) tingkat pendidikan yang dimiliki atau (ii) untuk wanita pada nilai-nilai sosial tertentu. Jadi, lembaga pendidikan dan rumah tangga menjadi “Majikan Terakhir” (employers of last resort). Dapat ditambahkan bahwa banyak di antara mereka yang melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi, sebenarnya karena kurang mampu bersaing memperoleh pekerjaan sebelum mereka melanjutkan studinya.

c. Pensiunan dini (Prematur Retirement)
Fenomena ini merupakan kekhususan yang terjadi di kalangan pegawai negeri. Di banyak negara, usia pensiunan diturunkan pada saat naiknya usia lanjut, khususnya dimaksudkan sebagai sarana untuk memberi kesempatan kenaikan pangkat kepada bawahannya sehingga yang bersangkutan dipensiunkan sebelum waktunya.

5. Mereka yang tidak mampu (The Impaired) : mereka ingin bekerja penuh tetapi hasratnya terbentur pada kekurangan gizi atau kekurangan pengobatan.

6. Mereka yang tidak produktif (The Unproductive) : Mereka yang memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan produktif tetapi tidak memiliki sumber daya komplemen yang cukup untuk menghasilkan output.

Walaupun manivestasi tentang industrialisasi tenaga kerja tersebut di negara-negara berkembang sangat tergantung antara satu dengan lainnya dan setiap manivestasi mempunyai kepentingan sendiri, namun pembahasan ini dibatasi pada masalah-masalah khusus tentang pengangguran terbuka dan semi pengangguran.
Istilah pengangguran (umployment) tidak berkaitan dengan mereka yang berniat untuk tidak bekerja seperti siswa atau mahasiswa (sekalipun ada yang sambil bekerja atau berusaha mencari pekerjaan sambil sekolah atau kuliah, mereka diasumsikan tidak mencari pekerjaan), ibu rumah tangga yang sengaja berfokuskan diri untuk mengurus keluarga, atau penduduk usia kerja yang karena kondisi fisik mereka tidak dapat bekerja sehingga tidak mencari kerja. (Djohan Putro, 2006). Pengangguran merupakan salah satu persoalan dalam pembangunan. Menurut Sukirno (1994) terdapat beberapa cara pengelompokan pengangguran. Pengangguran dapat dikelompokkan menurut sumber atau penyebab pengangguran. Menurut cara ini terdapat empat jenis pengangguran yaitu :

1. Pengangguran Friksional (Frictional Unemployment)
Pengangguran Friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi antara pencari kerja dengan pembuka lamaran pekerjaan. para penganggur ini tidak ada pekerjaan bukan karena tidak dapat memperoleh pekerjaan, tetapi karena sedang mencari pekerjaan yang lebih baik.

2. Pengangguran Siklikal (Cyclical Unemployment)
Pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan-perubahan dalam tingkat kegiatan perekonomian.

3. Pengangguran Struktural (Structural Unemployment)
Pengangguran Struktural adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur kegiatan ekonomi. Tidak semua industri dan perusahaan dalam perekonomian akan terus berkembang maju, sebagian akan mengalami kemunduran.

4. Pengangguran Teknologi
Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang ditimbulkan oleh penggunaan mesin dan kemajuan teknologi lainnya.


BAB IV
KESIMPULAN

Indonesia perlu mengatasi masalah kependudukan dan ketenagakerjaan agar tidak pengangguran terus bertambah. Maka perlu diarahkan pada peningkatan kualitas penduduk dan pengendalian laju pertumbuhan penduduk. Dengan peningkatan kualitas penduduk dimaksudkan adalah peningkatan kualitas kehidupan dan kemampuan manusia serta masyarakat Indonesia sebagai pelaku utama dan sasaran pembangunan. Sedangkan di bidang ketenagakerjaan, penciptaan dan perluasan lapangan kerja terus diupayakan terutama melalui peningkatan dan pemerataan pembangunan industri, pertanian, dan jasa yang mampu menyerap banyak tenaga kerja serta meningkatkan pendapatan masyarakat.
Pengendalian pertumbuhan penduduk antara lain melalui gerakan Keluarga Berencana untuk mewujudkan norma keluarga kecil, bahagian dan sejahtera. Dalam hal ini persebaran penduduk, program transmigrasi di masa datang lebih diarahkan pada transmigrasi sukarela. Pembangunan kependudukan dikaitkan pula dengan pertimbangan pemeliharaan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup, sehingga mobilitas dan persebaran penduduk selaras dengan kesempatan kerja dan pembangunan daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Djohan Purto, (2006), Ekonomi Makro.

Dumairy, (1996), Perekonomian Indonesia, Jakarta : Erlangga.

Sukirno, Sadono, (1994), Pengantar Ekonomi Makro Edisi Ketiga, Jakarta : Rajawali Press.

Suryana, (2000), Ekonomi Pembangunan Problematika dan Pendekatan. Jakarta : Salemba Empat.
Todaro, (1995), Pembangunan Ekonomi di Dunia Ke 3, Jakarta : Erlangga.

Rabu, 16 Juni 2010

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Jumlah uang beredar, dalam analisis ekonomi makro, memiliki pengaruh penting terhadap tingkat output perekonomian, juga terhadap stabilitas harga-harga. Uang beredar yang terlalu tinggi tanpa disertai kegiatan produksi yang seimbang, akan ditandai dengan naiknya tingkat harga-harga pada seluruh barang dalam perekonomian atau dikenal dengan istilah inflasi.
Kebijakan moneter dalam perekonomian modern dilakukan melalui berbagai instrumen, yaitu operasi pasar terbuka (open market operation), penentuan tingkat bunga, ataupun penentuan besarnya cadangan wajib dalam sektor perbankan. Ada instrumen lain yang digunakan oleh pemerintah selaku pengelola moneter, yaitu imbauan moral atau moral persuasion. Sektor yang paling berperan dalam berlangsungnya kebijakan moneter adalah sektor perbankan. Melalui pengaturan sektor perbankan itulah, pemerintah mencoba menerapkan kebijakan-kebijakan moneternya dengan menggunakan instrumen atau alat-alat seperti yang telah diuraikan di atas.
Namun krisis ekonomi yang terjadi pada 1997 telah mengajarkan banyak hal kepada kita. Perekonomian Indonesia yang ikut terseret dalam pusaran krisis yang berkepanjangan, ditengarai akibat pengelolaan kebijakan moneter yang tidak efektif. Bahkan keterlibatan IMF dan Bank Dunia membantu pemerintah Indonesia dalam penanganan krisis secara moneter, justru membuat keadaan semakin parah. Itulah antara lain membuat efektivitas kebijakan moneter dalam mengelola perekonomian banyak diperdebatkan para ahli. Salah satu penyebab ketidakefektifan itu adalah digunakannya suku bunga perbankan sebagai salah satu instrumen kebijakan moneter.
1.2. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
  1. Untuk mengetahui tentang definisi kebijakan fiskal
  2. Untuk mengetahui tentang kebijakan moneter
  3. Untuk mengetahui tentang Instrumen kebijakan moneter
  4. Dan untuk mengetahui tentang implikasi kebijakan moneter dan fiskal terhadap iklim investasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal dan keuangan mendapat perhatian serius dalam tata perekonomian sejak awal dalam negara Islam, kebijakasanaan fiskal merupakan salah satu perangkat untuk mencapai tujuan syari’ah yang dijelaskan oleh Imam Ghazali termasuk meningkatkan kesejahteraan dengan tetap menjaga keimanan, kehidupan, intelektualitas, kekayaan dan kepemilikan.
Kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih menekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
2.2. Definisi Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang yang beredar. Dalam analisis ekonomi makro memiliki pengaruh penting terhadap tingkat output perekonomian, juga terhadap stabilitas harga-harga. Uang beredar yang selalu tinggi tanpa diserta kegiatan produksi yang seimbang akan ditandai dengan naiknya tingkat harga pada seluruh barang dalam perekonomian atau dikenal dengan inflasi.
Kebijakan moneter dalam perekonomian modern dilakukan melalui berbagai instrumen yaitu Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation) penentuan tingkat bunga, ataupun penentuan besarnya cadangan wajib dalam sektor perbankan. Ada instrumen yang digunakan oleh pemerintah selaku pengelola moneter yaitu imbauan moral atau moral persuasion sektor yang paling berperan dalam berlangsungnya kebijakan moneter adalah sektor perbankan.
Kebijakan fiskal meliputi : anggaran negara, pajak dan neraca pembayaran yang biasanya ditangani oleh kementrian keuangan. Sedangkan kebijakan moneter : menjadi tanggung jawab Bank Sentral atau otoritas moneter dan bertanggung jawab untuk negara tersebut serta mengembangkan dan mengendalikan lembaga-lembaga keuangan yang ada di suatu negara
Kebijakan fiskal tidak memiliki kemampuan besar untuk menstimuli pemulihan ekonomi karena peranannya yang realtif kian mengecil terhadap PDB.
2.3. Instrumen Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter lebih efektif dibandingkan kebijakan fiskal dalam upaya mencapai keseimbangan dan stabilitas makroekonomi, kebijakan moneter lebih berperan dalam menstimulasi pemulihan ekonomi, kebijakan moneter yang efektif menjanjikan tercapainya inflasi yang rendah, stabilitas nilai tukar, dan suku bunga.
Bilamana mengelola kebijakan moneter dalam konteks ekonomi Islam, masih belum terlalu banyak dibahas. Tahapan yang dibicarakan masih seputar metodelogi dan epistemologinya. Meskipun demikian, jumlah kajian telah meletakkan fondasi serta menyusun kerangka pemikiran yang cukup jelas terhadap kedudukan dan konsep pelaksanaan kebijakan moneter dalam sistem ekonomi islam. Di antara kajian itu dilakukan oleh Chapra (1995, 1996), Chouddhry dan Mirakhor (1997) dan Rosly (1999).
Meskipun tidak menerima sepenuhnya sistem yang ada sekarang, dengan beberapa catatan kita bisa menggunakan framwork sistem keuangan dan moneter yang ada untuk kita manfaatkan sepenuhnya demi kepentingan umat. Langkah ini perlu ditempuh mengingat tidak adanya sistem moneter Islami yang solid dan secara teoritis bisa diuji kemampuannya. Sangat sedikit tulisan atau literatur yang secara konfrehensif mengkaji dan mengembangkan sistem moneter Islam, baik itu berupa model ekonomi ataupun bahasa deskriptif-deskriptif. Oleh sebab itu, keinginan untuk membentuk sistem yang islami akan terbentur pada keterbatasan acuan dan panduan, baik taoretis maupun empiris (Tamanni, 2002).
Maka yang bisa dilakukan dalam keadaan begini adalah mencoba, secara bertahap dan konsisten, menawarkan sistem moneter Islam sedikit demi sedikit. Salah satunya adalah secara bertahap memodifikasi struktur dan mekanisme pengambilan kebijakan-kebijakan ekonomi (fiskal dan moneter) dengan mencoba memasukkan instrumen-instrumen keuangan syariah.Lalu instrumen semacam apa yang dapat digunakan untuk mengelola kebijakan moneter di negara muslim? Instrumen yang diperlukan adalah satu kebijakan moneter yang tidak saja akan membantu mengatur penawaran uang seirama terhadap permintaan rill terhadap uang, tetapi juga membantu memenuhi kebutuhan untuk membiayai defisit pemerintah yang benar-benar rill dan mencapai sasaran sosioekonomi masyarakat islam lainnya. Terdapat sejumlah elemen untuk mengatur hal ini, di antaranya (Chapra, 2000).
DAFTAR PUSTAKA

Faisal Basri, Perekonomian Indonesia, Jakarta, Erlangga, 2002.

http://athimut2.multiply.com/journal/item18/kebijakan_fiskal_dan_anggaran_belanja_ dalam_ Islam.

Mustafa Edwin Nasution, Eksekutif, Ekis, Cet I, Jakarta, Kencana, 2007.
Zainuddin Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syari’ah, Jakarta, TT, 2006.

Senin, 15 Maret 2010

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulis. Berkomunikasi adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Kemampuan berkomunikasi dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan berwacana, yakni kemampuan memahami dan/atau menghasilkan teks lisan dan/atau tulis yang direalisasikan dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.

Pembelajaran bahasa asing (Bahasa Inggris) untuk anak sekolah dasar di luar negeri sudah dimulai tahun 60-an, mencapai puncak pada tahuan 70-an dan sempat surut. Namun sekarang sejak tahun 90-an telah terjadi ledakan anak belajar bahasa asing lebih dini. Bahasa asing di SD sebenarnya untuk memperkenalkan kepada siswa bahwa ada bahasa lain selain bahasa ibu. Di Indonesia dengan adanya kebijakan di muka, seyogyanya bahasa Inggris diperkenalkan melalui kegiatan yang sesuai dengan kegiatan di dunia anak. Misalnya, belajar kosakata dan kalimat sederhana tentang apa yang ada di sekitarnya atau belajar sambil menggambar, menyanyi, bermain, dan berceritera. Bagaimana kenyataan di lapangan sekarang? Anak-anak SD ditugasi untuk menerjemahkan kalimat-kalimat yang sulit, mencatat tata bahasa dengan istilah yang tidak dimengerti oleh siswa, dan mengerjakan pekerjaan rumah yang sering tidak jelas perintahnya sehingga ada jawaban yang rancu.

Pengajaran bahasa Inggris di Indonesia sudah dimulai pada saat setelah masa Kemerdekaan Indonesia. Berbagai kurikulum dan metode telah dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menguasai bahasa Inggris. Walaupun demikian hasilnya masih belum dirasakan maksimal dalam membuat siswa dapat berkomunikasi dengan baik melalui bahasa tersebut. Berbagai masalah dan faktor yang melatar belakangi mengapa hasil yang dicapai belum sesuai yang diharapkan.

Salah satu cara pemerintah dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam berbahasa Inggris adalah memperkenalkan bahasa Inggris lebih dini, yaitu dimulai dari Sekolah dasar. Program ini dilaksanakan berdasarkan pada kurikulum 1994 untuk Sekolah Dasar. Secara resmi kebijakan tentang memasukkan pelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar sesuai dengan kebijakan Depdikbud RI No. 0487/1992, Bab VIII, yang menyatakan bahwa sekolah dasar dapat menambah mata pelajaran dalam kurikulumnya, asalkan pelajaran itu tidak bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional. Kemudian, kebijakan ini disusul oleh SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 060/U/1993 tanggal 25 Februari 1993 tentang dimungkinkannya program bahasa Inggris sebagai mata pelajaran muatan lokal SD, dan dapat dimulai pada kelas 4 SD.

Sekolah mempunyai kewenangan mengenai mata pelajaran bahasa Inggris dimasukkan sebagai salah satu muatan lokal yang diajarkan di sekolah dasar berdasarkan pertimbangan dan kebutuhan situasi dan kondisi baik dari orang tua maupun lingkungan masyarakat itu sendiri. Kebijakan ini membawa dampak yang positif baik bagi masyarakat maupun sekolah yang menyelenggarakan program tersebut. Selama kurun waktu beberapa tahun ini, adanya kecendrungan yang meningkat sekolah melaksanakan program pengajaran bahasa Inggris mulai dari sekolah dasar.

Dalam perkembangannya program ini menghadapi masalah-masalah baik dari sekolah maupun dari guru. Salah satu kendala yang dihadapi adalah tidak tersedianya sillabus khusus mata pelajaran bahasa Inggris. Walaupun sebagai mata pelajaran muatan lokal akan tetapi bahasa Inggris haruslah tetap mempunyai sillabus tersendiri. Pemerintah dalam hal ini kementrian pendidikan nasional bidang dasar dan menengah tidak menyediakan sillabus mata pelajaran bahasa Inggris. Tugas tersebut diserahkan sepenuhnya kepada masing – masing daerah propinsi untuk membuat sillabus tersendiri sesuai dengan situasi dan kondisi di daerah tersebut. Masalah yang lain adalah metode dan strategi pengajaran oleh guru yang tidak sesuai dengan perkembangan siswa.

Oleh karena itu dalam kesempatan ini kita akan melihat selain kendala yang dihadapi diatas, masalah-masalah apa lagi yang muncul dihadapi oleh guru selama proses pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar dan bagaimana mereka melaksanakan pengajaran bahasa Inggris di sekolah dasar.Bahasa asing, khususnya bahasa bahasa mayor di Eropa (mayor dalam arti pencakap/penggunanya banyak dan berbagai kajian ilmiah, sastra, novel, film dan bentuk kesenian lain menggunakan bahasa tersebut sebagai pengantar) mengenal bentuk perubahan kata kerja, adverbia, ajektifa atau bahkan kata kerja bantu sebagai akibat dari “kapan” sebuah kalimat mewakili sebuah kejadian dan kemudian diucapkan. Intinya bahasa tersebut mensyaratkan “time frame” yang membutuhkan penalaran logis obyektif tentang sebuah moment. Sebuah pertanyaan yang mendasar: rata rata anak kelas 1 SD bahkan mungkin kelas 2 apakah dalam fase umur mereka, mereka mampu untuk melakukan penalaran waktu seperti: kemarin malam, 2 hari lalu, sekarang sedang, sekarang karena kebiasaan, besok sedang, besok akan dsb? Kalaupun ada anak yang sudah punya kemampuan melakukan penalaran waktu dengan baik mungkin memang kecerdasannya di atas rata rata atau mempunyai talenta luar biasa dalam bidang bahasa. Kebanyakan usia anak-anak tersebut bahkan masih belum mampu menalar time frame dalam bahasa ibunya. Contoh gampang : kapan kamu ke rumah nenek? Mungkin dijawab : kemarin, padahal actual pergi ke rumah nenek adalah kemarin lusa, atau bahkan 10 hari yang lalu.
B. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui apa tujuan diberikan pembelajaran Bahasa Inggris untuk anak/murid Sekolah Dasar, apa metode yang digunakan dalam pembelajaran Bahasa Inggris, dan apa media yang digunakan dalam pembelajaran Bahasa Inggris berlangsung.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tujuan Diberikan Pembelajaran Bahasa Inggris untuk Anak/Sekolah Dasar
Mengapa bahasa Inggris perlu diajarkan anak-anak mulai kelas 1 SD, bahkan di beberapa TK sudah ada yang memberikan materi bahasa Inggris? Kebanyakan orang tadinya beranggapan untuk memenuhi tuntutan globalisasi, modernisasi dan sasi-sasi yang lain, termasuk juga egoisasi orang tua mungkin. Tuntutan zaman yang seperti apa? Globalisasi yang seperti apa? Nah, ini yang sulit rumit dijawab karena memang tidak ada kerangka panduan yang jelas. Jelas saja tidak, apalagi visible. Sungguh sayang bahwa tujuan baik mengenalkan bahasa asing tidak disertai dengan kerangka kurikulum yang jelas sesuai dengan kriteria usia anak-anak. Ada sekolah yang mungkin sudah mempunyai materi pelajaran bahasa Inggris yang sudah visible, bahkan sudah melakukan survey psikologis kognitif terhadap daya nalar murid muridnya dan hasil surveynya digunakan untuk menyusun materi kurikulum, tetapi sejauh yang kita ketahui pemberian materi pelajaran bahasa Inggris ini masih asal ada asal jalan asal bisa jualan buku cetak saja.

Ada beberapa alasan yang melatar belakangi program ini harus terus dilanjutkan. Alasan yang pertama ialah bahasa Inggris adalah suatu bahasa yang sangat penting dalam dunia internasional khususnya di era globalisasi sekarang ini. Bahasa Inggris dipergunakan sebagai media komunikasi dengan orang lain dari berbagai negara. Menurut pendapat Crystal (2003) bahwa bahasa Inggris tersebar dan dipergunakan hampir seperempat penduduk dunia dan terus akan berkembang menjadi satu setengah trilyun pada awal tahun 2000 an ini. Alasan kedua ialah dengan menguasai bahasa Inggris maka orang akan dengan mudah masuk dan dapat mengakses dunia informasi dan teknologi. Dengan pengenalan bahasa Inggris di sekolah dasar maka siswa akan mengenal dan mengetahui bahasa tersebut lebih awal. Oleh karena itu mereka akan mempunyai pengetahuan dasar yang lebih baik sebelum melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Menurut pedoman garis besar pendidikan dasar di Indonesia, tujuan pendidikan dasar di Indonesia ialah mempersiapkan lebih awal siswa pengetahuan dasar sebelum melangkah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. (Website Departemen Pendidikan Nasional, 2004). Alasan yang terakhir adalah bagi orang tua dan guru dapat memberikan bekal bagi siswa bahwa dengan menguasai bahasa Inggris maka bisa memberikan kesempatan yang lebih terbuka untuk mengembangkan diri guna memperoleh kesempatan yang lebih baik menghadapi persaingan lapangan kerja dan karir di masa yang akan datang. Oleh karena mngutip pendapat Pennycook (1995:40) bahwa bahasa Inggris telah menjadi suatu alat yang sangat menentukan bagi kelanjutan pendidikan, pekerjaan serta status sosial masyarakat.Akhirnya kesimpulan utama alasan pengajaran bahasa Inggris diadakan di anak terutama di sekolah dasar ialah untuk memberikan pengetahuan penguasaan kosa kata yang banyak sehingga apabila siswa melanjutkan jenjang pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi mereka tidak akan mengalami kesulitan . oleh krena itu fokus utama dalam pengajaran bahasa Inggris ini menurut responden ialah penguasaan kosa kata. Dengan menguasai kosa kata yang banyak maka para siswa dapat dengan mudah menguasai keterampilan bahasa yang lain.
B. Metode yang Digunakan dalam Pembelajaran Bahasa Inggris
Seorang manusia belajar bahasa dengan pertama adalah mendengarkan dan kemudian mengucapkan. Pengenalan manusia terhadap bahasa ibunya adalah dengan mendengarkan: maaa..em, ma-ma, haaak…haem, demikianlah contoh memberi pelajaran bicara pada anak kita. Demikian juga mengenalkan bahasa apapun kepada orang yang baru pertama mengenal bahasa tersebut. Dengar-bicara-dengar-bicara-dengar bicara terus menerus seperti gelombang laut menciumi pantai dan akhirnya baru membaca dan menuliskannya, bukan dengan dengan memberikan sebuah bentuk-walaupun singkat-conversation dalam buku cetak yang di dalamnya berisi time frame tenses. Untuk merubah ini memang bukan semudah mengucap mantera abkradabramakangularasacuka lalu semua beres. Pekerjaan rumah ini bukan hanya milik pemerintah tetapi terutama adalah kita, para kompasianawan kompasianawati, sebagai orang tua yang sebaiknya cukup arif bijaksana untuk mulai memberikan masukan kepada sekolah tentang materi pelajaran bahasa Inggris yang belum waktunya diberikan kepada anak kelas 1 SD, selektif dalam memantau guru yang mengajar (kalau gurunya saja mengucapkan “the” sebagai “nde” lha muridnya bagaimana?) dan terutama adalah dengan tidak menuntut-terutama anak anak kita yang masih kelas 1,2,3 SD-untuk mahir berbahasa Inggris. Bahasa Inggris memang perlu, tetapi ada fase bagi seorang anak untuk secara serius sungguh sungguh belajar bahasa tersebut dan itu bukan pada fase kelas 1,2 atau 3 dimana mereka masih berhak memiliki dunia bermain yang indah.
Pada tingkat SD atau MI metode pembelajaran bahasa Inggris adalah sebagai berikut:
  • Memahami instruksi, isi-isi cerita naratif, kalimat, dan berita yang disampaikan melalui media audio-visual.
  • Menyampaikan pertanyaan, instruksi, pesan, ide, dan lain-lain. Dengan susunan kalimat dan pengucapan yang benar.
  • Mempresentasikan ide dengan memanfaatkan berbagai media komunikasi dengan memahami metode presentasi yang tepat.
  • Memahami bahan bacaan dan istilah-istilah bahasa inggris sesuai dengan bidang studinya dengan menggunakan teknik membaca yang beragam.
  • Menuliskan ide, pendapat, pesan dan cerita dalam kalimat-kalimat yang benar dengan baik.
  • Menilai media visual singkat ke dalam bentuk verbal dan non-verbal (membuat resensi dan film review secara sederhana).
  • Menggunakan kaidah bahasa yang tepat dan terintegrasi dalam aspek bahasa secara keseluruhan.
C. Media yang Digunakan dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Berlangsung
Di benak sebagian para anak/murid masih tertanam paradigma lama yang menganggap bahwa kesuksesan belajar Bahasa Inggris adalah karena bakat yang dimiliki. Anggapan ini mendorong para anak/murid enggan belajar Bahasa Inggris. Mereka cenderung bersikap lebih cepat putus asa dan menyerah setiap menemui kesulitan dalam belajar atau mengerjakan tugas-tugas yang diberikan.

Belajar Bahasa Inggris mulanya merupakan kegiatan belajar yang dilakukan di dalam ruangan (indoor learning). Namun sekarang, belajar Bahasa Inggris dapat dilakukan di mana saja dan kapan saja dengan menggunakan media apa pun. Di samping pelajaran yang diterima di dalam kelas, anak/murid dapat belajar Bahasa Inggris di tempat-tempat kursus dan lembaga pendidikan nonsekolah lainnya.

Fenomena ini tentunya mendorong para guru dan orangtua untuk memanfaatkan sarana dan prasarana yang tersedia sebagai media belajar Bahasa Inggris secara menyenangkan. Hal ini tentunya harus dibarengi dengan kesadaran dan motivasi yang tinggi dari siswanya sendiri untuk belajar Bahasa Inggris secara sungguh-sungguh.

1. Berpikir kreatif
Selain memanfaatkan tempat-tempat kursus yang semakin bertebaran, diharapkan para anak/murid dan pihak-pihak yang terkait, seperti orangtua dan guru, mampu berpikir kreatif dengan memanfaatkan lingkungan yang ada di sekitar, terutama bagi para anak/murid yang merupakan subyek pembelajaran. Anak/murid hendaknya dapat bersikap aktif dalam belajar Bahasa Inggris dan tak hanya mengandalkan materi yang diberikan guru di sekolah.

Sebagai contoh, setiap anak/murid pasti mempunyai televisi, radio, dan tape recorder. Lantas terbesit pertanyaan di benak kita, bagaimana barang-barang itu dapat digunakan untuk belajar Bahasa Inggris?
Hampir setiap anak/murid pasti melihat tayangan televisi setiap harinya. Namun hendaknya anak/murid dapat bersikap cerdas dalam memilih tayangan yang akan dilihat. Anak/murid dapat memilih acara dengan sajian bahasa Inggris. Ini bukan berarti kita dilarang melihat acara lain dan bukan berarti juga kita tidak cinta terhadap Bahasa Indonesia. Kemudian bagaimana cara kita belajar dengan melihat televisi? Kita dapat mengasah kemampuan mendengar (listening skill) dengan mendengarkan percakapan yang ada dalam film-film barat (western movie).

Sembari mendengarkan percakapan bahasa Inggris, kita dapat mencatat kata-kata baru yang belum pernah kita dengar ataupun kita mengerti artinya sebelumnya. Secara tidak langsung kita juga dapat menambah perbendaharaan kata-kata baru (new vocabularies).

2. Bermain Sambil Belajar
Lingkungan juga menyediakan sarana untuk belajar bahasa Inggris bagi anak-anak. Karakteristik utama anak-anak adalah bermain sambil belajar. Para orangtua dan guru dapat mengajak putra putri dan siswanya untuk mengunjungi taman kota, kebun binatang, dan bahkan mengajak mereka untuk sekadar duduk- duduk di taman rumah. Para orangtua dan guru mengenalkan secara langsung benda-benda yang ada di sekitar dengan menggunakan bahasa Inggris.

Sebagian orangtua mungkin merasa khawatir karena melatih putra putri mereka untuk belajar berbagai macam bahasa secara bersamaan. Pada dasarnya anak-anak tidak akan merasa terbebani dengan berbagai macam bahasa yang diajarkan kepada mereka. Secara alamiah anak-anak mempunyai alat untuk belajar bahasa secara bersamaan yang disebut sebagai language acquisition device (LAD) yang merupakan anugerah Tuhan. Justru sebaliknya, pembelajaran berbagai macam bahasa dalam waktu yang bersamaan sedini mungkin adalah langkah yang efektif. Selain LAD yang dimiliki anak-anak adalah faktor usia juga sangat mendukung. Pada usia dini, daya tangkap anak-anak terhadap materi yang diberikan akan lebih baik. Dengan demikian, banyak cara yang dapat digunakan untuk belajar bahasa Inggris secara menyenangkan. Dengan adanya sikap cerdas dan pikiran yang kreatif, siswa diharapkan dapat termotivasi untuk lebih tekun belajar Bahasa Inggris dan dapat menumbuhkan kesadaran bahwa kesuksesan dalam belajar bahasa Inggris bukan karena bakat (talent), tetapi karena kemauan.
BAB III
KESIMPULAN

Bahasa Inggris merupakan alat untuk berkomunikasi secara lisan dan tulis. Berkomunikasi adalah memahami dan mengungkapkan informasi, pikiran, perasaan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya. Kemampuan berkomunikasi dalam pengertian yang utuh adalah kemampuan berwacana, yakni kemampuan memahami dan/atau menghasilkan teks lisan dan/atau tulis yang direalisasikan dalam empat keterampilan berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis.

Ada beberapa alasan yang melatar belakangi program ini harus terus dilanjutkan. Alasan yang pertama ialah bahasa Inggris adalah suatu bahasa yang sangat penting dalam dunia internasional khususnya di era globalisasi sekarang ini. Bahasa Inggris dipergunakan sebagai media komunikasi dengan orang lain dari berbagai negara.
  • Pada tingkat SD atau MI metode pembelajaran bahasa Inggris adalah sebagai berikut:
    Memahami instruksi, isi-isi cerita naratif, kalimat, dan berita yang disampaikan melalui media audio-visual.
  • Menyampaikan pertanyaan, instruksi, pesan, ide, dan lain-lain. Dengan susunan kalimat dan pengucapan yang benar.
  • Mempresentasikan ide dengan memanfaatkan berbagai media komunikasi dengan memahami metode presentasi yang tepat.
  • Memahami bahan bacaan dan istilah-istilah bahasa inggris sesuai dengan bidang studinya dengan menggunakan teknik membaca yang beragam.
  • Menuliskan ide, pendapat, pesan dan cerita dalam kalimat-kalimat yang benar dengan baik.
  • Menilai media visual singkat ke dalam bentuk verbal dan non-verbal (membuat resensi dan film review secara sederhana). Menggunakan kaidah bahasa yang tepat dan terintegrasi dalam aspek bahasa secara keseluruhan.

Rabu, 17 Februari 2010

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kegiatan belajar ini kita akan mengkaji pengertian disiplin kelas, mengapa disiplin kelas itu penting, serta faktor-faktor apa yang mempengaruhi disiplin kelas. Kita diharapkan terlibat aktif dalam pembahasan, baik dalam mengkaji ilustrasi, mencari contoh, maupun membandingkan contoh dan ilustrasi. Dengan cara ini kita akan mampu menjelaskan pengertian disiplin dan disiplin kelas secara mantap, menjelaskan pentingnya disiplin kelas, serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kelas.

B. Kajian Materi
Apa yang dimaksud dengan disiplin dan disiplin kelas.


BAB II
DISIPLIN KELAS


A. Disiplin
Disiplin adalah ketaatan terhadap aturan. Berkaitan dengan disiplin, pemerintah telah mencanangkan Gerakan Disiplin Nasional (GDN). Apa artinya itu? Pemerintah berupaya meningkatkan ketaatan masyarakat terhadap aturan yang ada dalam segala bidang. Disiplin dalam berlalu lintas, menunggu giliran, membayar pajak, membuang sampah, bekerja, dan sebagainya.

B. Disiplin Kelas
Pengertian disiplin kelas telah banyak diungkapkan oleh para pakar. Turney dan Cairs (1980) mengkaji ulang definisi disiplin kelas yang berasal dari para pakar. Dalam kajian tersebut antara lain diungkapkan definisi disiplin yang bervariasi sebagai berikut.
Pertama, disiplin diartikan tingkat keteraturan yang terdapat pada satu kelompok. Berkaitan dengan definisi ini, kita dapat mengatakan bahwa ilstrasi pertama di atas menggambarkan disiplin kelas yang tinggi, sedangkan ilustrasi yang kedua menggambarkan disiplin kelas yang rendah.
Kedua, disiplin kelas diartikan sebagai teknik yang digunakan oleh guru untuk membangun atau memelihara keteraturan di dalam kelas. Ketiga, ada pakar yang menyamakan kata disiplin dengan hukuman.
Dari ketiga pengertian di atas, dapat disimak bahwa disiplin kelas dilandasi oleh adanya hubungan guru-siswa dalam kelas. Hal ini juga tercermin dalam pengertian disiplin yang disepakati oleh beberapa pakar, yang mendefinisikan disiplin sebagai bagian pengelolaan kelas yang terutama berurusan dengan penanganan perilaku yang menyimpang (Kohn, 1996).
Agar kita mempunyai pemahaman yang sama terhadap istilah disiplin kelas, maka dalam uraian selanjutnya disiplin kelas kita artikan sebagai tingkat keteraturan, yang terjadi di dalam kelas, atau tingkat ketaatan siswa terhadap aturan kelas.

C. Mengapa Disiplin Kelas Itu Perlu
Mengapa kita perlu mengajarkan, menanamkan, atau meningkatkan disiplin kelas? Mengapa kita tidak hanya mengajar saja dan tidak usah peduli pada disiplin? Untuk menjawab semua ini, kita dapat mengingat-ingat kembali situasi kelas ketika pelajaran sedang berlangsung. Dalam situasi yang bagaimana pelajaran menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi siswa? Dan dalam situasi yang bagaimana pula Anda merasa pelajaran itu sangan membosankan, sehingga membuat Anda ingin cepat-cepat mengakhirinya.
Disiplin perlu diajarkan dan perlu dipelajari serta dihayati oleh siswa, agar siswa mampu mendisiplinkan diri sendiri. Inilah yang merupakan tujuan utama penanaman disiplin. Siswa mampu mengendalikan diri sendiri, tanpa perlu dikontrol oleh guru (Winzer, 1992).
Disiplin, sebagaimana diakui oleh para pakar sejak dahulu, merupakan tidak pusat berputarnya kehidupan sekolah (Turney & Cairns, 1980). Keberhasilan dan kegagalan sekolah tergantung dari tingkat ketercapaian dalam menerapkan disiplin yang sempurna.
Tingkat ketaatan siswa yang tinggi terhadap aturan kelas, lebih-lebih jika ketaatan tersebut tumbuh dari diri sendiri, bukan dipaksakan, akan memungkinkan terciptanya iklim belajar yang kondusif, yaitu iklim belajar yang menyenangkan sehingga siswa terpacu untuk belajar.
Sebaliknya, tingkat ketaatan yang rendah terhadap aturan kelas akan membuat iklim belajar yang tidak kondusif, tidak menyenangkan. Guru akan lebih banyak berurusan dengan perilaku siswa yang menyimpang, sehingga pelajaran terbengkalai.
Jumlah siswa dalam satu kelas, lebih-lebih di negeri kita cukup banyak. Di kota-kota besar satu kelas bisa terdiri dari 40 – 50 orang siswa. Kelas yang besar ini, jika tidak diikat oleh aturan yang ditaati bersama akan dapat menimbulkan kekacauan.
Kebiasaan untuk menaati aturan dalam kelas akan memberi dampak lebih lanjut bagi kehidupan siswa di dalam masyarakat. Siswa yang terbiasa menaati aturan di dalam kelas, akan terdorong pula menaati aturan yang ada dalam masyarakat.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kelas
Faktor Fisik
Karena disiplin kelas dilandasi oleh adanya interaksi guru-siswa dalam konteks (hubungan) kelas, maka faktor fisik yang mempengaruhi disiplin kelas juga mencakup guru, siswa dan ruang kelas.

Faktor Sosial
Hubungan antara guru-siswa dan tentunya siswa dengan siswa terjadi dalam kelas. Kualitas interaksi sosial ini, yaitu kualitas hubungan guru-siswa-siswa juga dapat mempengaruhi disiplin kelas. Hubungan yang akrab dan sehat, saling mempercayai akan mampu meningkatkan disiplin kelas.

Faktor Psikologis
Faktor fsikologis atau kejiwaan juga dianggap sangat berpengaruh pada tingkat kedisiplinan siswa. Faktor fsikologis mencakup antara lain perasaan (sedih, senang, marah, bosan, benci, dan sebagainya), kebutuhan seperti keinginan untuk dihargai, diakui, disayangi serta kecerdasan.


Selasa, 09 Februari 2010

NARKOBA

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah. Mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja dari bandar narkoba yang senang mencari mangsa didaerah sekolah, diskotik, tempat pelacuran, dan tempat-tempat perkumpulan genk. Tentu saja hal ini bisa membuat para orang tua, ormas, pemerintah khawatir akan penyebaran narkoba yang begitu meraja rela. Upaya pemberantas narkoba pun sudah sering dilakukan namun masih sedikit kemungkinan untuk menghindarkan narkoba dari kalangan remaja maupun dewasa, bahkan anak-anak usia SD dan SMP pun banyak yang terjerumus narkoba. Hingga saat ini upaya yang paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan Narkoba pada anak-anak yaitu dari pendidikan keluarga. Orang tua diharapkan dapat mengawasi dan mendidik anaknya untuk selalu menjauhi Narkoba.
1.2. Apa itu Narkoba
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain "narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah napza yang merupakan singkatan dari 'Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif'.
Semua istilah ini, baik "narkoba" atau napza, mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai resiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan narkoba sebenarnya adalah psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioparasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini presepsi itu disalah gunakan akibat pemakaian yang telah diluar batas dosis.
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain "narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia adalah napza yang merupakan singkatan dari 'Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif'.Semua istilah ini, baik "narkoba" atau napza, mengacu pada sekelompok zat yang umumnya mempunyai resiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan narkoba sebenarnya adalah psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioparasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini presepsi itu disalah gunakan akibat pemakaian yang telah diluar batas dosis.
II. PEMBAHASAN
2.1. Pengertian dan Dampak dari Narkoba
2.1.1. Narkotika
Narkotika ialah suatu obat yang merusak pikiran menghilangkan rasa sakit, menolong untuk dapat tidur dan dapat menimbulkan kecanduan dalam berbagai tingkat. Narkotika merupakan salah satu obat yang dibutuhkan kesehatan untuk pengobatan suatu penyakit, tetapi kadang menyebabkan efek samping misalnya kecanduan, kerusakan organ tubuh, bahkan kematian. Menurut Farmakologi, narkoba termasuk zat atau obat yang bekerja disusunan saraf.
Adapun jenis-jenis narkotika adalah sebagai berikut :
1. Ganja
Di masyarakat ganja sering dikenal dengan kata Cimeng, Hashish, Marijuana, Marihuana, Grass, Rumput. Ganja yang dikonsumsi dapat berbentuk minyak (cannabis), balok (hanshis), atau hasil pengeringan (marijuana), dan juga dapat dikonsumsi dengan cara dimakan seperti campuran ke dalam masakan atau di hisap bersama tembakau sebagai asap rokok. Ganja yang dikonsumsi diperoleh dari tanaman Canabis Sativa atau Cannabis Indica dan hidupnya di daerah tropis dan beriklim sedang serta ganja mengandung Terahydrocannabinoc (THC), gejala dari pemakai ganja tersebut akan perasaan gembira, peningkatan rasa percaya diri, perasaan santai dan merasa sejahtera.
Efek psikologis pada pemakaian ganja yang kronis akan mengakibatkan:
  • Sindrom amotivasional
  • Pengguna jadi tidak memikirkan masa depan
  • Kehilangan semangat untuk bersaing
  • Kemampuan baca, menghitung dan berbicara jadi berkurang
  • Perkembangan kemampuan dan keterampilan sosialnya terhambat
  • Tidak bereaksi jika dipanggil
  • Percaya pada hal-hal yang berbau mistik
Efek Ganja :
  • Mabuk
  • Mata merah
  • Midriasis
  • Ganggunan fungsi paru-paru, jantung, otak, sumsu tulang, organ reproduksi
1. Opioda
Segolongan adalah segolongan zat, baik yang alamiah, semi sintetik, sintetik khasiat pengobatan sebagai analgetik. Opioda terbagi dalam 3 golongan:
- Opioda Alamiah Contohnya : Opium, Morfin, Kokain, tebain
- Opioda Semisintetik Contohnya: Heroin dan Hirommorfon
- Opioda Sintetik Contohnya : Meperidin, Profoksifen, Levervonal, Levaloffan.